Sterilnews.com -, Jakarta — Mantan Perdana Menteri Israel Ehud Olmert secara terbuka menyebut Perdana Menteri saat ini, Benjamin Netanyahu, dan para anggota kabinet sayap kanannya sebagai penjahat perang.
Pernyataan ini disampaikan Olmert dalam wawancara dengan CNN pada Kamis (28/5), sekaligus menandai perubahan tajam dalam sikapnya terhadap kebijakan militer Israel, terutama sejak agresi ke Gaza yang telah berlangsung selama 19 bulan.
“Saya tidak bisa lagi membela Israel dari tuduhan kejahatan perang,” ungkap Olmert. Ia menyoroti blokade bantuan kemanusiaan serta jumlah korban jiwa warga Palestina yang terus meningkat, yang menurutnya tidak dapat ditafsirkan sebagai apa pun selain kejahatan perang.
Kritik Tajam ke Pemerintahan Sayap Kanan
Olmert secara eksplisit menyebut Netanyahu, serta dua tokoh utama dalam kabinetnya — Itamar Ben Gvir dan Bezalel Smotrich — sebagai bagian dari kelompok yang bertanggung jawab atas kebijakan brutal terhadap warga sipil Gaza.
“Apa yang kita lakukan di Gaza sekarang adalah perang yang menghancurkan; pembunuhan warga sipil tanpa pandang bulu, tanpa batas, kejam, dan kriminal,” tulis Olmert dalam kolom yang dimuat di media Israel Haaretz pekan lalu.
Ia menegaskan bahwa kebijakan militer Israel saat ini tidak hanya tidak proporsional, tetapi juga tidak mencerminkan kepentingan jangka panjang negara Israel.
Dari Pembela Jadi Pengkritik
Sebelumnya, Olmert termasuk sosok yang kerap membela tindakan militer Israel, termasuk menyangkal adanya genosida dan meyakini bahwa militer Israel tidak akan secara sengaja menyasar perempuan dan anak-anak.
Namun, melihat perkembangan terkini, Olmert mengaku bahwa keyakinannya telah runtuh.
“Setelah melihat skala pembunuhan yang terus berlangsung dan terhambatnya akses bantuan kemanusiaan, saya tidak lagi bisa mengatakan bahwa Israel bertindak secara benar,” katanya dalam wawancara tersebut.
Korban Jiwa dan Krisis Kemanusiaan
Sejak awal agresi Israel ke Gaza, lebih dari 54.000 warga Palestina dilaporkan tewas. Dari jumlah itu, sekitar 28.000 di antaranya adalah perempuan dan anak-anak.
Pihak Israel sendiri mengklaim telah menewaskan lebih dari 20.000 pejuang Hamas hingga Januari lalu. Namun, laporan dari berbagai lembaga internasional mempertanyakan validitas data tersebut serta tingginya rasio korban sipil.
Olmert juga memperingatkan soal perluasan operasi militer Israel yang justru memicu krisis kemanusiaan lebih besar dan tidak melayani kepentingan Israel sendiri.
“Saya pikir kita harus memastikan tidak ada orang yang tidak terlibat menjadi korban di Gaza. Apa yang terjadi saat ini sudah jauh dari itu,” tegasnya.
Harapan Akan Perubahan
Dalam kritiknya, Olmert berharap agar pemerintahan Netanyahu segera berakhir. Ia yakin bahwa mayoritas rakyat Israel sudah muak dengan kebijakan ekstrem sayap kanan yang mendominasi pemerintahan saat ini.
“Saya berharap pemerintahan ini akan segera lenyap,” tulisnya.
Olmert menambahkan bahwa suara-suara oposisi dari dalam Israel sendiri, termasuk dari para mantan pejabat dan tokoh publik, kini semakin lantang menyerukan penghentian kekerasan dan evaluasi menyeluruh terhadap arah kebijakan nasional.